Kamis, 11 April 2013

APLIKASI SIG dan PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP DI KABUPATEN TAKALAR


APLIKASI SIG dan PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP DI KABUPATEN TAKALAR

DOSEN PENANGGUNGJAWAB :
Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc


OLEH
Johannes K Harianja
110302068










SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013







KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan ini.Makalah ini dibuat sebagai landasan utama dalam membahas tentang “Aplikasi SIG Dalam Sumberdaya Perairan Di Indonesia”. Dan untuk memenuhi satuan kredit semester (SKS) dalamStrata Satu (S-1).
Penyusun sampaikan terima kasih kepada Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc sebagai dosen pengajar mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan. Ucapan terima kasih juga penyusun sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikianlah  makalah ini dibuat dan semoga bermanfaat. Terima kasih.




                                                                                Medan,      April 2013


                                                                                                                                                                                                                                                                     Penyusun




I.  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Kabupaten    Takalar   merupakan   salah   satu   daerah   penangkapan   ikan terbang yang berada antara 5.3 0 - 5.33  0 derajat Lintang Selatan dan antara 119.22 0- 118.39  0   derajat    Bujur   Timur.   Kabupaten   Takalar   dengan   ibukota   Pattalasang terletak  29 km  arah selatan dari Kota  Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas  wilayah  Kabupaten  Takalar  adalah  sekitar  566,51  km 2,  dimana  240,88  km2 diantaranya  merupakan  wilayah  pesisir  dengan  panjang  garis  pantai  sekitar  74  km dan dengan luas pantai sekitar 246,99 km 2  atau 46,6% luas wilayahnya. Salah satu hasil  perikanan  tangkap  yang  ada  di  Kabupaten  Takalar  adalah  ikan  terbang.
            Ikan terbang ternasuk famili Exocoetidae dan merupakan komponen utama pelagis kecil indonesia,  terutama  Sulawesi  Selatan.  Ikan  terbang  memiliki  wilayah  sebaran  yang luas, sehingga ini hampir diperoleh pada semua perairan tropik dan subtropik. Jaring insang (gill net) merupakan alat tangkap yang prinsipnya menjerat dan membelit, insang pada ikan, dan yang menjadi fishing ground adalah daerah pantai, teluk,   dan   muara-muara   yang   mengakibatkan   pula   jenis   ikan   yang   tertangkap berbagai  jenis.  Jaring  insang  ini  adalah  alat  tangkap  yang  paling  efektif  untuk menangkap ikan terbang.   Alat ini dipakai secara luas di Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi  Utara,  Sulawesi  Tengah  sampai  ke  Maluku  Tenggara.   Sedangkan  bila menginginkan telurnya, nelayan Sulawesi Selatan menggunakan alat tangkap bubu hanyut yang diberi daun kelapa untuk menarik ikan meletakkan telurnya.  Nelayan di Maluku  Tenggara  menyediakan  tempat  bertelur  ikan  terbang  berupa  daun-daunan yang diapungkan dipermukaan air (Tambunan,    2005).   
            Produksi  ikan terbang di Kabupaten Takalar pada tahun 2005 -2009  berada pada jumlah produksi yang  relatif  tetap  (±  1000  ton).    Didasari  oleh  hal  tersbut  maka  perlu  diadakan penelitian untuk mengetahui lokasi panangkapan ikan oleh nelayan dan juga jumlah hasil tangkapannya untuk mengetahui lokasi penangkapan yang terbaik.





1.2 Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.   Mengetahui  hubungan  parameter  oseanografi  dengan  hasil  tangkapan  ikan
terbang (exocoetidae) di perairan Kabupaten Takalar.
2.   Memetakan  daerah  potensial  penangkapan  ikan  terbang  (exocoitidae)  di
perairan kabupaten takalar dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis.
            Sedangkan  kegunaan  dari  penelitian  ini   sebagai  bahan  informasi  mengenai daerah  potensial  untuk  penangkapan ikan  terbang  bagi  pihak  yang  berkepentingan dalam  pemanfaatan  sumberdaya  perikanan  khususnya  ikan  Terbang  di  perairan Takalar.


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Ikan Terbang
1.       Klasifikasi
Menurut  Parin  (1999)  dalam  Nurmawati  2007  ikan  terbang  (Hirundichthys
oxycephalus) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
Ordo                : Beloniformes
Famili              : Exocoetidae
Genus              : Cyselurus
Sub Genus       : Hirundichtys
Spesies            : Hirundichthys oxycephalus


2. Habitat dan Penyebaran
            Secara  alamiah  habitat  ikan  terbang  hidup  di  perairan  yang  jernih  dan menghindari perairan yang keruh atau berlumpur. Oleh karena itu, tingkat kehidupan dari  ikan  terbang  ini  baik  secara  langsung  atau  tidak  langsung  sangat  dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan (Tambunan, 2005 dalam Dirhamsyah dkk, 2008).
            Awal  penangkapan  induk  ikan  terbang  yang  menggunakan  jarring  insang hanyut  tidak  bersamaan dengan awal penangkapan telur  yang  menggunakan bale- bale  di  Laut  Flores.  Walau  dalam  bulan  januari  kadang-kadang  ada  beberapa nelayan  yang  telah  menangkap  ikan  terbang,  namun  penangkapan  intensif  induk ikan  terbang  dilakukan  mulai  Februari-Juli.  Berdasarkan  analisis  data  pendaratan ikan terbang di Topejawa, Kabupaten Takalar pada periode 2002-2007 menunjukkan bahwa  terdapat  dua  puncak  tangkapan  pada  setiap  musimnya.  Puncak  pertama terjadi pada bulan Februari sedangkan puncak tangkapan kedua terjadi pada bulan Mei  sampai  dengan  Juni  pada  setiap  musimnya  dan  penangkaapan  induk  akan berakhir bulan Juli ketika populasi ikan berada pada puncak pemijahan (Dirhamsyah dkk, 2008).
            Berdasarkan  pengamatan  di  lapangan,  di  Provinsi  Sulawesi  Barat  terdapat  2 lokasi  penangkapan  baik  untuk  telur  maupun  ikan  terbangnya.  Berbeda  dengan nelayan-nelayan   Majene   dan   Mamuju,   nelayan-nelayan   di   Kabupaten   Polewali Mandar  (POLMAN)  memfokuskan  tangkapannya  pada  telur  dan  ikan  terbangnya, namun   lebih   besar   titik   beratnya   pada   penangkapan   telur   ikan   terbang.   Ikan terbangnya   sebagai   sampingan   saja.   Secara   geografis   nelayan-nelayan   dari Kabupaten  Pare-Pare  dan  Barru  melakukan  penangkapannya  di  wilayah  perairan Selat Makassar, sedangkan nelayan dari kabupaten Takalar lebih banyak beroperasi di wilayah Laut Flores (Dirhamsyah, 2008).








2.2   Sistem Informasi Geografis (SIG)
            Sistem Informasi Geografis merupakan sistem berbasis computer yang didesain untuk   mengumpulkan,   mengelola,   memanipulasi,   dan   menampilkan   informasi spasial (keruangan)1. Yakni informasi yang mempunyai hubungan geometric dalam arti  bahwa  informasi  tersebut  dapat  dihitung,  diukur,  dan  disajikan  dalam  sistem koordinat, dengan data berupa data digital yang terdiri dari data posisi (data spasial) dan    data    semantiknya    (data    atribut).    SIG   dirancang    untuk    mengumpulkan, menyimpan  dan  menganalisis  suatu  obyek  dimana  lokasi  geografis  merupakan karakteristik  yang  penting,  dan  memerlukan  analisis  yang  kritis.  Penanganan  dan analisis data berdasarkan lokasi geografis merupakan kunci utama SIG. Oleh karena itu   data   yang   digunakan   dan   dianalisa   dalam   suatu   SIG   berbentuk   data   peta (spasial) yang terhubung langsung dengan data tabular yang mendefinisikan bentuk geometri  data  spasial.  Misalnya  apabila  kita  membuat  suatu  theme  atau  layer tertentu, maka secara otomatis layer tersebut akan memiliki data tabular yang berisi informasi tentang bentuk datanya (point, line atau polygon) yang berada dalam layer tersebut . (Aronoff, 1989).

1.     Komponen Sistem Informasi Geografis
            SIG  merupakan  sistem  yang  kompleks  dan  terintegrasi    dengan  lingkungan sistem-sistem yanglain, baik fungsional maupun jaringan. Komponen penting dalam SIG   terbagi   atas   5   komponen   pelaksana,   perangkat   keras,   perangkat   lunak, prosedur dan data. Secara global kelima komponen tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga komponen yakni : sistem komputer (perangkat keras, perangkat lunak, dan prosedur) dataa dan organisasi pelaksana    (Eddy Prahasta, 2005).
2.    Konsep Sistem Informasi Geografis
            Sumber data untuk keperluan GIS dapat berasal dari data citra, data lapangan, survei  kelautan,  peta,  sosial  ekonomi  dan  GPS.  Selanjutnya  diolah  dilaboratorium atau   studio   GIS   dengan   software   tertentu   sesuai   dengan   kebutuhannya   untuk menghasilkan  produk   yang   berupa  informasi  yang   berguna  dapat   berupa  peta konvensional  maupun  peta  digital  sesuai  keperluan  user,  maka  harus  ada  input kebutuhan yang diiinginkan user, dapat dilihat pada gambar berikut :


 






3.    Keunggulan Sistem Informasi Geografis
            Beberapa   keuntungan   pengolahan   data   berbasis   komputer   yang   erat kaitannya dengan SIG  (Salamun, 2001 dalam Hanapi, 2004) antarra lain :
a)   Penyimpanan    data    (digital)    lebih    terjamin    dan    mudah    diatur  dibanding penyimpanan data konvensional.
b)   Penggunaan    data    yang    sama    (dari    sekumpulan    peta)    dapat dikurangi  sebab  data  digital  punya  basis  data  ssehingga  data  yang tersimpan   dalam   basis   data   dapat   digunakan   untuk   berbagai keperluan dan dalam aspek yang berbeda. Kualitas data digital grafis jauh lebih konsisten.
c)   Pekerjaan revisi  menjadi  lebih  mudah  (karena  dapat  dilakukan  cara terpisah)  serta  cepat  (karena  basis  data  digital  mampu  menangani 10 data  dalam  jumlah  banyak).  Produktivitas  para  pelaksanan  yang bekerja   dalam   proses   pengumpulan,   pengelolaan   analisis   dan distribusi data akan bertambah.
d)   Analisis,  pencarian  dan  penyajian  data  menjadi  lebih  mudah  sebab SIG data mempunyai klasifikasi yang jelas (bukan berdasarkan skala dan  tema  saja).         Dengan  demikian  akan  mudah  mencari  jawaban untuk   hal-hal   seperti   keterdekatan,   ada   apa   (daerah   pertanian, permukiman),  informasi  tentang  potensi  lahan  dan  daerah  mana yang     potensial     dijadikan     areal     pengembanagan     kota     dan sebagainya.





4.    Hubungan Aplikasi SIG Untuk Zona Potensi Penangkapan Ikan
            Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai,sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi  oleh  kondisi  oseanografi  perairan.  Dengan  demikian  daerah  potensi penangkapan  ikan  sangat  dipengaruhi  oleh  faktor  oseanografi  perairan.  Kegiatan penangkapan    ikan    akan    menjadi    lebih    efisien    dan    efektif    apabila    daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penangkapan ikan berangkat  dari  pangkalan.  Salah  satu  cara  untuk  mengetahui  daerah  potensial penangkpan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan    fenomena    oseanografi    secara    berkelanjutan    (Priyanti,    1999)Dengan menggunakan  SIG,  gejala  perubahan  lingkungan  berdasarkan  ruang  dan  waktu dapat  disajikan,  tentunya  dengan  dukungan  berbagai  informasi  data,  baik  melalui 11 survey  langsung  maupun  dengar.  Penginderaan  Jarak  Jauh  (INDERAJA).  Proses perubahan  lingkungan  perairan  tersebut  menjadi  studi  dalam  penentuan  "Daerah Penangkapan Ikan".

2.3  PARAMETER OSEANOGRAFI
1.  Suhu
            Suhu  adalah  ukuran  energi  gerakan  molekul.  Di  samudera,  suhu  bervariasi secara   horizontal   sesuai   garis   lintang   dan  juga   secara   vertikal   sesuai   dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan  dan  penyebaran  organisme.  Proses  kehidupan  yang  vital  yang  secara kolektif  disebut  metabolisme,  hanya  berfungsi  didalam  kisaran  suhu  yang  relative sempit  biasanya  antara  0-40°C,  meskipun  demikian  bebarapa  beberapa  ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C.  Selain itu, suhu juga sangat penting bagi  kehidupan  organisme  di  perairan,  karena  suhu  mempengaruhi  baik  aktivitas maupun  perkembangbiakan  dari  organisme  tersebut.  Oleh  karena  itu,  tidak  heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat  di  dunia  yang  mempunyai  toleransi  tertentu  terhadap  suhu.  Ada  yang  mempunyai toleransi    yang    besar    terhadap    perubahan    suhu,    disebut    bersifat    euryterm.
            Sebaliknya  ada  pula  yang  toleransinya  kecil,  disebut  bersifat  stenoterm.  Sebagai contoh  ikan  di  daerah  sub-tropis  dan  kutub  mampu  mentolerir  suhu  yang  rendah, sedangkan   ikan   di   daerah   tropis   menyukai   suhu   yang   hangat.   Suhu   optimum dibutuhkan  oleh  ikan  untuk  pertumbuhannya.  Ikan  yang  berada  pada  suhu  yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik. (Nontji, 1993).
 2.  Arus
            Arus  sangat  mempengaruhi  penyebaran  ikan,  menyatakan  hubungan  arus terhadap  penyebaran  ikan  adalah  arus  mengalihkan  telur-telur  dan  anak-anak  ikan petagis  dan  daerah  pemijahan  ke  daerah  pembesaran  dan  ke  tempat  mencari makan.  Migrasi  ikan-ikan  dewasa  disebabkan  arus,  sebagai  alat  orientasi  ikan  dan sebagai bentuk rute alami; tingkah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya arus pasut,  arus  secara  langsung  dapat  mempengaruhi  distribusi  ikan-ikan  dewasa  dan secara tidak langsung mempengaruhi pengelompokan makanan
            Ikan    bereaksi    secara    langsung    terhadap    perubahan    lingkungan    yang dipengaruhi  oleh  arus  dengan  mengarahkan  dirinya  secara  langsung  pada  arus. Arus tampak jelas dalam organ mechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh  ikan.   Mechanoreceptor   adalah  reseptor  yang   ada  pada  organisme  yang mampu   memberikan   informasi   perubahan   mekanis   dalam   lingkungan   seperti gerakan,  tegangan  atau  tekanan.  Biasanya  gerakan  ikan  selalu  mengarah  menuju arus. (Nontji, 1993).

3.   Kedalaman Perairan
            Kedalaman   perairan   sekitar   50-70   meter,   suhu   perairan   secara   alami merupakan lapisan hangat oleh karena mendapat radiasi matahari pada siang hari, hal  ini  disebabkan  karena  angin  mengakibatkan  terjadinya  pengadukan  hingga lapisan tersebut mendapat suhu hangat (28 C) yang homogen (Nontji, 1987).
            Menurut Amiruddin (1987) dalam Safruddin (2000) faktor kedalaman perairan tidak  menunjukkan  pengaruh  nyata  terhadap  hasil  tangkapan  dan  secara  parsial memberikan  pengaruh  positif  tidak  nyata  terhadap  hasil  tangkapan  yang  diperoleh pada kondisi kecepatan arus dan suhu perairan konstan.

4.   Salinitas
            Salinitas  adalah  kadar  garam  seluruh  zat  yang  larut  dalam  1.000  gram  air laut,  dengan  asumsi  bahwa  seluruh  karbonat  telah  diubah  menjadi  oksida,  semua brom  dan lod diganti dengan khlor  yang setara dan semua zat  organik menga1ami oksidasi  sempuma  ().  Salinitas  mempunyai  peran  penting  dan  memiliki  ikatan  erat dengan  kehidupan  organisme  perairan  termasuk   ikan,   dimana  secara  fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut
Faktor - faktor yang mempengaruhi salinitas :
1.   Penguapan,  makin  besar  tingkat  penguapan  air  laut  di  suatu  wilayah, maka  salinitasnya  tinggi  dan  sebaliknya  pada  daerah  yang  rendah tingkat    penguapan    air   lautnya,    maka    daerah    itu    rendah    kadar garamnya.
2.  Curah  hujan,  makin  besar/banyak  curah  hujan  di  suatu  wilayah  laut maka   salinitas   air   laut   itu   akan   rendah   dan   sebaliknya   makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3.  Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai  yang  bermuara  ke  laut  tersebut  maka  salinitas  laut  tersebut akan  rendah,  dan  sebaliknya  makin  sedikit  sungai  yang  bermuara  ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.. (Nontji, 1987).

5. Klorofil- a
            Klorofil-a    merupakan    salah    satu    parameter    yang sangat    menentukan produktivitas  primer  di  laut.    Sebaran  dan  tinggi  rendahnya  konsentrasi  klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografi fisika  suatu perairan. Sebaran klorofil-a di laut  bervariasi  secara  geografis  maupun  berdasarkan kedalaman  perairan.   Variasi tersebut  diakibatkan  oleh  perbedaan  intensitas  cahaya  matahari,  dan  konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan.  Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasi pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya  sebaran  konsentrasi  klorofil-a  di  perairan  pantai  dan  pesisir  disebabkan karena  adanya  suplai  nutrien  dalam  jumlah  besar  melalui  run-off  dari  daratan, sedangkan  rendahnya  konsentrasi  klorofil-a  di  perairan  lepas  pantai  karena  tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung (Presetiahadi, 1994).
            Nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg m  . Nilai rata-rata pada saat berlangsung musim timur (0,24 mg m  ) menunjukkan nilai yang lebih  besar  dibandingkan  musim  barat  (0,16  mg  m  ).  Daerah-daerah  dengan  nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air (upwelling).  Dengan  memperhatikan  produktivitas  primer  dari  suatu  perairan  maka potensial   untuk   dijadikan   lokasi   penangkapan   dapat   ditentukan   karena   daerah tersebut   akan   menjadi   tempat   yang   disukai   oleh   berbagai   spesies   laut   akibat terjadinya proses rantai makanan (Nontji, 2002).
2.4 Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Terbang
            Pemanfaatan  perkembangan  teknologi  angkasa  luar  (satelit)  memberikan dampak  yang  positif  bagi  pengelolaan  sumberdaya  perairan.  Salah  satunya  adalah untuk memetakan daerah penangkapan ikan terbang dengan bantuan GPS (Global Positioning System) dengan menggunakan pendekatan parameter oseanografi yaitu salinitas, kedalaman, suhu dan indeks klorifil-a suatu perairan. Beberapa  keuntungan  yang  dapat  diperoleh  dengna  menggunakaan  SIG bagi  pengelolaan  sumberdaya  perairan  (Kam  et.al.,  1992  dalam  Hanapi,  2004) diantaranya adalah mampu mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks,  digital  dan  analog)  dari  berbagai  sumber,  selain  itu  juga  mampu  melakukan pemodelan,   pengujian   dan   perbandingan   beberapa   alternatif   kegiatan   sebelum dilakukan aplikasi di lapangan.
            Sistem   pemetaan   yang   biasanya   dilakukan   dapat   juga   memanfaatkan bantuan   penginderaan   jauh   yang   nantinya   data   dari   hasil   analisa   citra   digital dipetakan    kedalam    format    SIG.    Salah    satu    cara    untuk    mengintegrasikan penginderaan jarak jauh dengan system SIG (Campbell, 1987 dalam Hanapi, 2004) yaitu data digital penginderaan jarak jauh dianalisais dan diklasifikasi secara digital, hasil keluaran dari proses tersebut berupa peta konvensional kemudian didigitasi ke dalam SIG.

2.5    Alat Tangkap
            Menurut  Dirhamsyah  (2008),  penggunaan  suatu  jenis  alat  tangkap  tidak hanya   ditentukan   oleh   jenis   atau   spesies   ikan   yang   akan   ditangkap,   namun ditentukan juga oleh kondisi geomorfologi serta kedalaman laut tempat menangkap spesies  target.  Perairan  Selat  Makassar  dan  Laut  Flores  masuk  dalam  kategori perairan  laut  dalam  (lebih  dari  2,000  meter),  dengan  geomorfologi  yang  rata-rata curam   (drop).   Kondisi   ini   menyebabkan   perairan   Selat   Makassar   didiami   lebih banyak oleh jenis-jenis ikan pelagis (ikan laut dalam). Oleh karena itu wajar bila alat- alat  tangkap  yang  dipergunakan  oleh  nelayan-nelayan  di  sekitar  Selat  Makassar lebih banyak menggunakan gill net daripada pukat pantai atau bagan (Sturdy Stick) yang dipergunakan untuk menangkap ikan-ikan domersal.
            Kecuali untuk menangkap atau mengambil telur ikan terbang, alat tangkap yang  dipergunakan  untuk  menangkap  ikan  terbang  adalah  jenis-jenis  alat  tangkap yang  sama  dipergunakan  untuk  menangkap  ikan  di  laut  pada  umumnya.  Namun pada  umumnya  nelayan  di  Sulawesi  mempergunakan  beberapa  jenis  jaring  insang (gill nets) untuk menangkap ikan terbang. Panjang rata-rata berukuran lebar (tinggi) sekitar  1.5  meter  dan  panjang  berkisar  antara  675  meter  sampai  875  meter  (25 sampai 32 pieces net).


III. METODE PENELITIAN

3.1   Waktu dan tempat
            Penelitian   ini   dilaksanakan   pada   bulan   April   sampai   Juli   2011   disekitar perairan    Kabupaten    Takalar,    dengan    fishing    base    Kecamatan    Galesong Selatan,Desa Bonto Marannu, Dusun Pa'bottoang.

3.2   Alat dan Bahan
            Untuk   melakukan   penelitian   ini   digunakan   alat   dan   bahan  antara lain Satu Unit Alat Tangkap Gill net, Global Positioning Sistem (GPS) , Salinometer, Layangan arus , Seperangkat Komputer, Kamera Digital , Timbangan, Seperangkat Komputer SPSS 15,  Microsoft Excel, Envi 4.7 , Etopo dan Arc View 3.3

3.3   Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
            Tahap ini meliputi studi pendahuluan yaitu studi literatur, observasi lapangan, konsultasi  dengan  beberapa  pihak  utamanya  dosen  pembimbing,pengambilan  data sekunder, dan menyiapkan peralatan yang digunakan dalam kegiatan.
2. Tahap penentuan stasiun
            Penentuan stasiun dilakukan berdasarkan titik daerah penangkapan nelayan, dengan   berdasarkan   informasi   daerah   dan   musim   penangkapan   dari   nelayan setempat,   agar   daerah   yang   diamati   adalah   daerah   tempat   ikan   tertangkap. Melakukan   pengambilan   titik   stasiun   dengan   menggunakan   Global   Positioning System (GPS).

3. Tahap pengambilan data
            Tahap ini meliputi pengambilan data terhadap parameter  oseanografi sepeti suhu,   arus,   salinitas  dan  kedalaman   serta  hasil  tangkapan  dengan  melakukan pengukuran  langsung  di  lapangan.  Pengambilan  data  oceanografi  ini  dilakukan dilakukan  sebanyak  30  kali.  Sedangkan  untuk  kelengkapan  data,  digunakan  Peta Rupa Bumi (RBI) dalam mendukung penentuan stasiun.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Luas  wilayah  Kabupaten  Takalar  mencapai   566,51  km²  dan  luas  perairanlaut  mencapai  223,07  km   dengan  rincian  wilayah  yakni  berada  di  05,30º  -  05,38º Lintang  Selatan   dan  119,02º   -  119,39º   Bujur  Timur.Kabupaten  Takalar   sendiri berbatasan  dengan  Kota  Makassar  dan  Kabupaten  Gowa  pada  sebelah  Utara, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa pada sebelah Timur, Laut Flores pada sebelah Selatan, dan Selat Makassar pada sebelah Baratnya. Kecamatan   Galesong   selatan   merupakan   kecamatan   yang   terletak   di sebelah    barat    dari    Kabupaten    Takalar,dimana    sebagian    besar    wilayahnya berbatasan langsung dengan lautan.Lokasi fishing base selama penelitian berada di Desa  Bontomarannu  Dusun  Pa'bottoang.Umunya  masyarakat  Dusun  Pa'bottoang bermata  pencaharian  sebagai  nelayan,  baik  nelayan  "Pattorani"  maupun  nelayan lainnya.  Namun  sebagian  besar     dari  mereka  adalah  nelayan  penangkap  ikan terbang atau biasa disebu "Pa'puka".

4.2 Deskripsi Alat Tangkap
1. Kapal Gill Net
            Umumnya  kapal  yang  digunakan  saat  penelitian  terbuat  dari  kayu  damar. Ukuran  kapal  itu  sendiri  bervariasi,  namun  yang  digunakan  saat  penelitian  adalah kapal Gill net dengan panjang (P) 17 meter, lebar kapal (L) 2,5 meter dengan tinggi kapal  (D)  1,5  meter.  Sebagai  tenaga  penggerak  di  gunakan  mesin  diesel  yang menggunakan  solar  sebagai  bahan  bakar. 


2. Alat Tangkap Gill Net
            Alat tangkap yang digunakan selama penelitian adalah jaring insang (Gill net) dengan  jenis  jaring  insang  hanyut  dengan  panjang  jaring  jaring  mencapai  1200 meter  dan  lebar  2  meter  terbuat  dari  monofilamen  dengan  ukuran  mata  jaring  1,5 inci. Pada  jaring  insang  (Gill  net)  ini  di  gunakan  dua  macam  pelampung  yaitu pelampung utama dan pelampung tanda. Pelampung utama terbuat dari bahan karet sendal   tidak  menyerap air  yang  di pasang  pada tali ris atas dengan jarak  masing- masing  antar  pelampung  30 cm.  Sedangkan  pelampung  tanda  ada  dua buah  yang terbuat  dari  styrofoam  berbentuk  segi  empat  bujur  sangkar  yang  di  pasangi  tiang bendera yang  berfungsi sebagai tanda kemudian diikatan pada kedua ujung  jaring. Sedangkan Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan  Timah berbentuk silindris

3. Metode Pengoperasian
            Alat  tangkap  Gill  net  yang  digunakan  selama  penelitian  di  operasikan  pada pagi atau siang hari. Pemberangkatan ke lokasi penangkapan dilakukan pada pukul 02.00- 03.00 WITA. Biasanya menempuh waktu 5-6 jam dari Fishing base ke daerah Fishing  ground. Setelah sampai di lokasi Fishing ground, maka dilakukan pencarian lokasi  pemasangan  jaring  dengan  indikator  adanya  ikan  terbang  yang  muncul  ke permukaan.  Apabila  punggawa  telah  menentukan  lokasi  pemasangan  jaring  maka jaring pun diturunkan oleh ABK.
            Adapun urutan operasi penangkapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.  jaring  diturunkan  keperairan  dimana  pada  ujung  jaring  telah  diikat  dengan pelampung  tanda  dan  bendera  sementara  kapal  tetap  dalam  posisi  terus berjalan dalam kecepatan rendah.
 b.   setelah   seluruh   jaring   telah   di   turunkan,   ujung   jaring   yang   juga   diberi pelampung  tanda  dan  bendera  diikatkan  pada  haluan  kapal  dan  mesin  kapal dimatikan selama ± 2- 3 jam.
c.  tiap  jam,  kapal  mengecek  posisi  keberadaan  jaring  maupun  ikan  yang  telah terjerat.
d. setelah memperkirakan ikan telah banyak terjerat maka jaring kemudian di tarik naik ke atas kapal oleh dua (2) orang ABK dengan posisi kapal yang bergerak secara perlahan menuju ujung jaring yang satunya.

e.  setelah  jaring  naik  ke  atas  kapal,  hasil  tangkapan  kemudian  di  pisahkan dari alat tangkap oleh para ABK.
            Berdasarkan hasil identifikasi di peroleh bahwa hasil tangakapan dominan umumnya marga cheilopogon sp di antaranya adalah C poecilopterus.

4. Musim Penangkapan
            Penangkapan   ikan   terbang   di   kabupaten   Takalar   khususnya   di   Dusun Pa'bottoang   dilakukan   dari   bulan   februari   sampai   bulan   juli   (musim   barat), sedangkan  dari  bulan  agustus  sampai  bulan  desember  (musim  timur)  digunakan nelayan untuk beristirahat dan memperbaiki kapal dan jaring, ini dikarenakan angin yang kuat dan gelombang yang keras, sehingga tidak memungkinkan nelayan untuk turun melaut.


DAFTAR PUSTAKA
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Gorontalo. 2009. Laporan Statistik Perikanan Provinsi Gorontalo. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo.
Departemen Pertanian. 1983. Prosiding Rakernas Perikanan Tuna Cakalang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Hutabarat, S Dan M.Evans. 1986. Pengantar Oseonografi.Universitas Indonesia. Jakarta
James L. And Sumich. 1992. An Introduction to The Biology of Marine Life. Fifth Edition. Wm. C. Brown Publisher.
Nakamura, H. 1991. Ditemukan Tujuh Jenis Ikan Tuna. Dalam Bali Pos 12 April 1991. Hal 10
Nakamura. H, 1969. Tuna Distribution and Migration. Fishing News (books) Ltd. London. 76p.
Nikijuluw. V.P.H. 2000. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta
Paulus. K, 1986. Penangkapan Cakalang dengan Purse Seine. Diklat AUP Jakarta.
Prahasta, E. 2004. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung